Senin, 09 November 2015

Mas Didik Pengukir Wayang Kulit Tulungagung


Kalau kita masuk ke rumah pengrajin wayang  kita akan disuguhi aktivitas penatah wayang kulit yang kelihatan sangat tekun dan teliti menatah detil-detil gambar pensil di atas kulit yang sedang ditatahnya. Selain itu, di situ kita juga akan melihat gulungan kulit kerbau yang siap digambari dan ditatah, gebingan (wayang yang telah selesai ditatah namun belum disungging/dicat), dan  rak, atau bahkan kelir sebagai tempat memajang wayang yang telah jadi dan siap dipasarkan.

Mas Didik, itu namanya. Pria berusia 30 tahun asal Bendiljati wetan, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung ini sudah menekuni profesinya sebagai tukang tatah wayang kulit sejak masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Ia mengaku menyukai wayang kulit sejak masih Sekolah Dasar, lalu iseng iseng menggambar tokoh tokoh wayang di atas kertas gambar. Kesukaannnya itu terus di kembangkan, sampai akhirnya ia iseng mendapat tawaran dari salah seorang temannya untuk membuat wayang beneran dari bahan kulit kerbau.
Sejak saat itulah, ia terus mendapat pesanan untuk membuat wayang kulit dari kulit kerbau. Ia mengaku mendapat orderan dari para dalang di Tulungagung, Blitar, Malang, bahkan dari Jawa Tengah.
Kehalusan serta ketinggian kesenian kerja tangan tertera pada watak-watak wayang kulit. Ciri pembuatannya melambangkan ketelitian serta ketinggian kesenian pembuatannya. 

Ia biasanya mematok harga mulai dari Rp.100.000 hingga Rp.200.00 per tokoh wayang. Itupun tergantung juga pada tingkat kerumitannya.

Mas didik, biasanya membutuhkan waktu  1 mingguan untuk membuat sebuah wayang ukuran tanggung dengan ukiran yang cukup rumit, contohnya tokoh Rama atau Kresna. Sedangkan untuk wayang ukuran sedang dengan tingkat kerumitan yang sedang seperti Setyaki, Udawa, Aswatama, diperlukan waktu kira-kira 5 hari untuk menyelesaikannya.

Dulu, di Tulungagung banyak para pengukir wayang seperti mas didik, tapi seiring berjalannya waktu mereka banyak yang sudah gulung tikar, karena jenis pekerjaan ini bukanlah pekerjaan pokok yang bisa mencukupi kebutuhan hidup setiap hari.

Disayangkan juga memang, apalagi generasi muda Tulungagung belum kita jumpai yang tertarik untuk mempelajari jenis keterampilan ini.

Mas Didik sendiri sebagai pengrajin wayang kulit  bukan merupakan pekerjaan yang sangat pokok. Untuk menopang kebutuhan kehidupannya setiap hari dia juga bekerja sebagai penjual Nasi Goreng yang mangkal di depan rumahnya. Sambil menunggu pembeli nasi gorennya ia pun mengerjakan mengukir kulit kerbau untuk di sulap menjadi tokoh tokoh wayang.[ arh ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar